Beranda | Artikel
Belajar Tauhid dari Surat Al-Fatihah
Rabu, 5 Agustus 2015

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut mereka yang setia. Amma ba’du.

Surat Al-Fatihah adalah surat yang sangat akrab bagi kita. Setiap hari kita membacanya. Meskipun demikian, kita tidak merasa bosan dan jemu untuk membacanya. Karena membaca Al-Fatihah adalah rukun di dalam sholat kita. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya surat Al-Fatihah.

Di dalam surat ini terkandung perkara paling agung dalam hidup ini yaitu tauhid kepada Allah. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam beribadah, menetapkan kemahasempurnaan nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta meyakini keesaan Allah dalam hal rububiyah-Nya.

Di bagian awal surat ini, yaitu dalam ucapan ‘hamdalah’ -alhamdulillah dst- terkandung akidah atau keyakinan bahwa Allah adalah pencipta, penguasa dan pengatur alam semesta. Semua yang ada di alam ini; apakah manusia, jin, hewan, tumbuhan, matahari dan bulan, dsb adalah ciptaan Allah dan tunduk kepada kekuasaan dan takdir Allah. Allah lah satu-satunya pencipta. Inilah yang disebut oleh para ulama dengan nama tauhid rububiyah.

Di dalam kalimat hamdalah juga terkandung kewajiban untuk bersyukur kepada Allah dan memuji-Nya. Syukur adalah mengakui di dalam hati bahwa segala nikmat datang dari Allah, menyanjung Allah dengan lisan, dan menggunakan nikmat-nikmat itu hanya dalam ketaatan dan amal salih. Oleh sebab itu para ulama menjelaskan bahwa hakikat syukur adalah melakukan amal-amal salih. Syukur adalah sebab bertambahnya nikmat, sebaliknya; kufur nikmat adalah sebab azab yang sangat berat.

Seorang yang bertauhid wajib bersyukur kepada Allah dengan nikmat Islam dan Iman yang diberikan Allah kepada dirinya; jauh lebih besar dan lebih layak daripada syukurnya kepada Allah atas nikmat keduniaan; makanan, minuman, tempat tinggal, dan harta benda yang dia miliki. Islam dan iman inilah nikmat paling agung yang harus kita syukuri kepada Allah.

Kita harus selalu memuji Allah; karena kesempurnaan dzat-Nya, kesempurnaan nama dan sifat serta perbuatan-Nya, dan juga karena kesempurnaan hukum dan aturan-Nya, dan karena sekian banyak nikmat yang Allah curahkan kepada hamba-hamba-Nya. Salah satu diantara ciri kebahagiaan seorang insan adalah apabila diberi nikmat maka dia bersyukur kepada Allah. Hakikat syukur itu adalah taat dan patuh kepada sang pemberi kenikmatan; yaitu Allah ta’ala.

surat-al-fatiha

Di dalam kalimat yang bunyinya ‘arrahmanir rahiim’ terkandung keyakinan terhadap luasnya rahmat dan kasih sayang Allah. Allah adalah pemilik sifat kasih sayang yang sangat luas, meliputi segala sesuatu. Allah menetapkan rahmat-Nya bagi hamba-hamba yang beriman dan bertakwa. Adapun selain mereka hanya mendapatkan rahmat yang ‘sementara’. Oleh sebab itu untuk meraih rahmat Allah yang paling utama -yaitu masuk ke dalam surga- seorang insan harus tunduk kepada agama dan ajaran-ajaran Allah. Sementara agama dan ajaran-ajaran Allah adalah ditegakkan di atas nilai-nilai tauhid dan keimanan. Tidak akan masuk surga kecuali orang yang bertauhid, dan tidak akan selamat dari neraka kecuali orang yang beriman.

Di dalam kalimat yang berbunyi ‘maaliki yaumid diin’ terkandung keyakinan terhadap kekuasaan Allah yang maha besar, dimana Allah satu-satunya yang berkuasa pada hari kiamat. Hari dimana dibalas manusia atas amal dan perbuatan mereka di alam dunia. Pada hari kiamat itu tiada berguna harta dan keturunan yang dibangga-banggakan, kecuali bagi yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih dari syirik dan kekafiran. Pada hari kiamat itulah orang-orang beriman memasuki surga, dan orang-orang bertauhid mendapatkan ampunan atas dosa-dosa mereka.

Di dalam kedua kalimat di atas -arrahmanir rahiim dan maaliki yaumid diin- terkandung tauhid asma’ wa shifat. Tauhid asma’ wa shifat adalah mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Kita meyakini bahwa Allah adalah yang paling penyayang diantara para penyayang. Kita meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya penguasa dan pengatur alam semesta. Allah memiliki nama ar-Rahman dan ar-Rahim, dan Allah adalah al-Maalik. Kita wajib mengimani nama dan sifat yang terkandung di dalamnya tanpa menyerupakan dengan nama dan sifat makhluk. Inilah yang disebut oleh para ulama dengan istilah tauhid asma’ wa shifat.

Selain itu, di dalam kedua kalimat di atas juga terkandung pilar-pilar ibadah kepada Allah yaitu khauf/rasa takut dan raja’/rasa harap. Seorang hamba dikatakan beribadah kepada Allah dengan benar apabila di dalamnya dia menyimpan rasa takut dan harap. Dengan rasa takutnya maka dia menjauhi maksiat dan kelalaian. Dengan rasa harapnya maka dia memohon ampunan atas dosa serta melakukan amal-amal ketaatan. Kehilangan rasa takut akan menyebabkan terjerumus dalam lembah dosa, sedangkan kehilangan rasa harap akan membuat hamba berputus asa. Padahal, merasa aman dari makar Allah serta berputus asa dari rahmat Allah termasuk dosa besar.

Sementara di dalam ayat pertama -yaitu hamdalah- terkandung pilar ibadah yang paling utama yaitu kecintaan kepada Allah. Kecintaan adalah ruh dari ibadah, motor penggerak ibadah dan amalan. Ibadah kepada Allah dan tauhid ditegakkan di atas nilai-nilai cinta dan pengagungan. Seorang hamba wajib menjadikan kecintaan kepada Allah di atas kecintaan kepada selain-Nya. Oleh sebab itu simpul keimanan yang terkuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah. Seorang hamba mencintai apa-apa yang Allah cintai, dan membenci apa-apa yang Allah benci.

Bersambung insya Allah….

————————————————-

> Baca juga : Kitab tafsir karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di sini [klik]

> Unduh ‘Tafsir Ayat minal Qur’an Al-Karim’ karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di sini [klik]

> Untuk menyimak penjelasan isi kitab tafsir tersebut silahkan mendengarkan keterangan Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah dalam video di bawah ini. Semoga bermanfaat….


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/belajar-tauhid-dari-surat-al-fatihah/